WARGA dan kehidupan budaya Samin di Jawa Tengah menjadi daya tarik
wisata. Tidak saja dilihat dari adat dan kebiasaan yang dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari warga penganut ajaran Samin Surosentiko tersebut,
tetapi juga tingkat kemajuan yang dicapai setiap tahunnya.
Masyarakat Samin atau sedulur sikep merupakan kelompok masyarakat
yang hingga kini kukuh mempertahankan ajaran dan keyakinan mereka di
Blora (Jawa Tengah).
Kondisi ini kadang menimbulkan pandangan negatif karena dunia luar
yang tidak memahami hakekat ajaran Samin ini. Apalagi warga Samin hidup
dengan mengisolasi diri dari kehidupan warga pada umumnya hingga baru
mulai membuka diri terhadap dunia luar pada 1970-an.
"Mereka hidup dalam kelompok masyarakat dengan aturan dan tatanan
tersendiri karena melakukan perlawanan terhadap Penjahahan Belanda,"
kata pengamat.
Ketika warga Samin yang dikenal selalu berpakaian khas warma hitam
mulai membuka diri menerima orang di luar kelompok mereka, banyak warga
yang ingin mengetahui secara jelas kehidupan warga tersebut, tidak hanya
kekurangan dan kelebihan mereka tetapi juga termasuk keyakinan, ajaran
serta adat budaya yang ada.
Di era saat ini, di tengah kehidupan modern yang semakin berkembang
pesat, Saminisme semakin menarik. Apalagi secara bertahap warga Samin
yang semakin terbuka untuk belajar meningkatkan diri baik pendidikan
maupun ekonomi yang selama ini berkutat hanya pada sektor pertanian.
Selain itu yang menarik adalah warga yang tetap mempertahankan kearifan
lokal yang dimilikinya.
Ketika Samin semakin mengundang perhatian, tidak saja dari warga
Indonesia tetapi juga luar negeri, untuk menggali dan mengenal lebih
dalam kelompok masyarakat ini, Pemerintah Kabupaten Blora melihat
kearifan lokal warga Samin menjadi kekuatan bagi perkembangan wisata
budaya, sehingga untuk lebih menarik lagi digelar sebuah kegiatan Gebyar
Keberaksaraan dan Festival Adat Samin 2018.
Dengan mengambil tema Blora Berbudaya dan Bermartabat, sejumlah
kegiatan dalam gelaran festival Samin dilaksanakan seperti lomba
Kothek'an Lesung, lomba Parikan, lomba Membatik dan lomba Menulis Aksara
Jawa yang diikuti sekitar 500 peserta baik warga Samin maupun belajar
keaksaraan dari Lembaga Pendidikan Keaksaraan (LPK) se-Kabupaten Blora.
Kepala Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Blora Nuril Huda mengatakan
Kegiatan yang diikuti 500 peserta ini adalah hasil kerja sama Pusat
Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (PP
PAUD DIKMAS) Provinsi Jawa Tengah serta berlakasi di Kampung Samin di
Dukuh Blimbing, Desa Sambongrejo, Kecamatan Sambong, Blora.
Kampung Samin yang ada di Desa Sambongrejo ini, kata Nuril Huda,
adalah salah satu pusat pendidikan masyarakat dalam upaya pemberantasan
buta aksara, generasi warga Samin yang sudah tua dulu tidak mengenal
membaca dan menulis, namun di bawah bimbingan Mbah Pramugi Pawiro Wijoyo
(tokoh setempat) kini telah melek huruf dan bisa menulis.
Tidak hanya itu, lanjut Nuril, warga Samin juga mulai belajar
kemandirian ekonomi dengan berlatih membatik, pembuatan makanan ringan
dan lainnya sebagai sumber pendapatan baru selain bercocok tanam.
"Namun mereka tetap mempertahankan budaya dan tradisi setempat," tambahnya.
Kepala PP PAUD DIKMAS Jawa Tengah Djajeng Baskoro mengungkapkan
apresiasinya kepada sedulur sikep (Samin) Sambongrejo yang telah
berpartisipasi aktif melaksanakan pembelajaran masyarakat, khususnya
dalam pengurangan buta huruf, sekaligus melestarikan tradisi yang
menjadi daya tarik wisata budaya.
"Kemajuan zaman memang tidak bisa kita hindari, namun jangan sampai
kemajuan itu merusak sendi kehidupan kita. Di sinilah perlu adanya
edukasi masyarakat, dimana adat istiadat lah yang bisa memfilternya,"
kata Djajeng.
Sesepuh Samin Mbah Pramugi Prawiro Wijoyo mengatakan kegiatan ini
akan menjadi semangat bagi warga Sedulur Sikep untuk terus mengembangkan
pendidikan masyarakat, karena tidak hanya pemberantasan buta huruf saja
namun juga pemberdayaan ekonomi masyarakat dan pengenalan budaya
tradisional.
Hasilnya yang dipertunjukkan pada acara ini, lanjut Peamuji, menjadi
kemasan yang menarik bagi wisatawan untuk berkunjung mengenal lebih
dalam tentang warga samin berikut adat budaya dan kearifan lokal yang
dimilikinya.
Sumber : WARGA dan kehidupan budaya Samin di Jawa Tengah menjadi daya tarik
wisata. Tidak saja dilihat dari adat dan kebiasaan yang dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari warga penganut ajaran Samin Surosentiko tersebut,
tetapi juga tingkat kemajuan yang dicapai setiap tahunnya.
Masyarakat Samin atau sedulur sikep merupakan kelompok masyarakat yang hingga kini kukuh mempertahankan ajaran dan keyakinan mereka di Blora (Jawa Tengah) dan Bojonegoro (Jawa Timur) serta di kawasan Pegunungan Kendeng.
Kondisi ini kadang menimbulkan pandangan negatif karena dunia luar yang tidak memahami hakekat ajaran Samin ini. Apalagi warga Samin hidup dengan mengisolasi diri dari kehidupan warga pada umumnya hingga baru mulai membuka diri terhadap dunia luar pada 1970-an.
"Mereka hidup dalam kelompok masyarakat dengan aturan dan tatanan tersendiri karena melakukan perlawanan terhadap Penjahahan Belanda," kata pengamat.
Ketika warga Samin yang dikenal selalu berpakaian khas warma hitam mulai membuka diri menerima orang di luar kelompok mereka, banyak warga yang ingin mengetahui secara jelas kehidupan warga tersebut, tidak hanya kekurangan dan kelebihan mereka tetapi juga termasuk keyakinan, ajaran serta adat budaya yang ada.
Di era saat ini, di tengah kehidupan modern yang semakin berkembang pesat, Saminisme semakin menarik. Apalagi secara bertahap warga Samin yang semakin terbuka untuk belajar meningkatkan diri baik pendidikan maupun ekonomi yang selama ini berkutat hanya pada sektor pertanian. Selain itu yang menarik adalah warga yang tetap mempertahankan kearifan lokal yang dimilikinya.
Ketika Samin semakin mengundang perhatian, tidak saja dari warga Indonesia tetapi juga luar negeri, untuk menggali dan mengenal lebih dalam kelompok masyarakat ini, Pemerintah Kabupaten Blora melihat kearifan lokal warga Samin menjadi kekuatan bagi perkembangan wisata budaya, sehingga untuk lebih menarik lagi digelar sebuah kegiatan Gebyar Keberaksaraan dan Festival Adat Samin 2018.
Dengan mengambil tema Blora Berbudaya dan Bermartabat, sejumlah kegiatan dalam gelaran festival Samin dilaksanakan seperti lomba Kothek'an Lesung, lomba Parikan, lomba Membatik dan lomba Menulis Aksara Jawa yang diikuti sekitar 500 peserta baik warga Samin maupun belajar keaksaraan dari Lembaga Pendidikan Keaksaraan (LPK) se-Kabupaten Blora.
Kepala Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Blora Nuril Huda mengatakan Kegiatan yang diikuti 500 peserta ini adalah hasil kerja sama Pusat Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (PP PAUD DIKMAS) Provinsi Jawa Tengah serta berlakasi di Kampung Samin di Dukuh Blimbing, Desa Sambongrejo, Kecamatan Sambong, Blora.
Kampung Samin yang ada di Desa Sambongrejo ini, kata Nuril Huda, adalah salah satu pusat pendidikan masyarakat dalam upaya pemberantasan buta aksara, generasi warga Samin yang sudah tua dulu tidak mengenal membaca dan menulis, namun di bawah bimbingan Mbah Pramugi Pawiro Wijoyo (tokoh setempat) kini telah melek huruf dan bisa menulis.
Tidak hanya itu, lanjut Nuril, warga Samin juga mulai belajar kemandirian ekonomi dengan berlatih membatik, pembuatan makanan ringan dan lainnya sebagai sumber pendapatan baru selain bercocok tanam.
"Namun mereka tetap mempertahankan budaya dan tradisi setempat," tambahnya.
Kepala PP PAUD DIKMAS Jawa Tengah Djajeng Baskoro mengungkapkan apresiasinya kepada sedulur sikep (Samin) Sambongrejo yang telah berpartisipasi aktif melaksanakan pembelajaran masyarakat, khususnya dalam pengurangan buta huruf, sekaligus melestarikan tradisi yang menjadi daya tarik wisata budaya.
"Kemajuan zaman memang tidak bisa kita hindari, namun jangan sampai kemajuan itu merusak sendi kehidupan kita. Di sinilah perlu adanya edukasi masyarakat, dimana adat istiadat lah yang bisa memfilternya," kata Djajeng.
Sesepuh Samin Mbah Pramugi Prawiro Wijoyo mengatakan kegiatan ini akan menjadi semangat bagi warga Sedulur Sikep untuk terus mengembangkan pendidikan masyarakat, karena tidak hanya pemberantasan buta huruf saja namun juga pemberdayaan ekonomi masyarakat dan pengenalan budaya tradisional.
Hasilnya yang dipertunjukkan pada acara ini, lanjut Peamuji, menjadi kemasan yang menarik bagi wisatawan untuk berkunjung mengenal lebih dalam tentang warga samin berikut adat budaya dan kearifan lokal yang dimilikinya.
Masyarakat Samin atau sedulur sikep merupakan kelompok masyarakat yang hingga kini kukuh mempertahankan ajaran dan keyakinan mereka di Blora (Jawa Tengah) dan Bojonegoro (Jawa Timur) serta di kawasan Pegunungan Kendeng.
Kondisi ini kadang menimbulkan pandangan negatif karena dunia luar yang tidak memahami hakekat ajaran Samin ini. Apalagi warga Samin hidup dengan mengisolasi diri dari kehidupan warga pada umumnya hingga baru mulai membuka diri terhadap dunia luar pada 1970-an.
"Mereka hidup dalam kelompok masyarakat dengan aturan dan tatanan tersendiri karena melakukan perlawanan terhadap Penjahahan Belanda," kata pengamat.
Ketika warga Samin yang dikenal selalu berpakaian khas warma hitam mulai membuka diri menerima orang di luar kelompok mereka, banyak warga yang ingin mengetahui secara jelas kehidupan warga tersebut, tidak hanya kekurangan dan kelebihan mereka tetapi juga termasuk keyakinan, ajaran serta adat budaya yang ada.
Di era saat ini, di tengah kehidupan modern yang semakin berkembang pesat, Saminisme semakin menarik. Apalagi secara bertahap warga Samin yang semakin terbuka untuk belajar meningkatkan diri baik pendidikan maupun ekonomi yang selama ini berkutat hanya pada sektor pertanian. Selain itu yang menarik adalah warga yang tetap mempertahankan kearifan lokal yang dimilikinya.
Ketika Samin semakin mengundang perhatian, tidak saja dari warga Indonesia tetapi juga luar negeri, untuk menggali dan mengenal lebih dalam kelompok masyarakat ini, Pemerintah Kabupaten Blora melihat kearifan lokal warga Samin menjadi kekuatan bagi perkembangan wisata budaya, sehingga untuk lebih menarik lagi digelar sebuah kegiatan Gebyar Keberaksaraan dan Festival Adat Samin 2018.
Dengan mengambil tema Blora Berbudaya dan Bermartabat, sejumlah kegiatan dalam gelaran festival Samin dilaksanakan seperti lomba Kothek'an Lesung, lomba Parikan, lomba Membatik dan lomba Menulis Aksara Jawa yang diikuti sekitar 500 peserta baik warga Samin maupun belajar keaksaraan dari Lembaga Pendidikan Keaksaraan (LPK) se-Kabupaten Blora.
Kepala Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Blora Nuril Huda mengatakan Kegiatan yang diikuti 500 peserta ini adalah hasil kerja sama Pusat Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (PP PAUD DIKMAS) Provinsi Jawa Tengah serta berlakasi di Kampung Samin di Dukuh Blimbing, Desa Sambongrejo, Kecamatan Sambong, Blora.
Kampung Samin yang ada di Desa Sambongrejo ini, kata Nuril Huda, adalah salah satu pusat pendidikan masyarakat dalam upaya pemberantasan buta aksara, generasi warga Samin yang sudah tua dulu tidak mengenal membaca dan menulis, namun di bawah bimbingan Mbah Pramugi Pawiro Wijoyo (tokoh setempat) kini telah melek huruf dan bisa menulis.
Tidak hanya itu, lanjut Nuril, warga Samin juga mulai belajar kemandirian ekonomi dengan berlatih membatik, pembuatan makanan ringan dan lainnya sebagai sumber pendapatan baru selain bercocok tanam.
"Namun mereka tetap mempertahankan budaya dan tradisi setempat," tambahnya.
Kepala PP PAUD DIKMAS Jawa Tengah Djajeng Baskoro mengungkapkan apresiasinya kepada sedulur sikep (Samin) Sambongrejo yang telah berpartisipasi aktif melaksanakan pembelajaran masyarakat, khususnya dalam pengurangan buta huruf, sekaligus melestarikan tradisi yang menjadi daya tarik wisata budaya.
"Kemajuan zaman memang tidak bisa kita hindari, namun jangan sampai kemajuan itu merusak sendi kehidupan kita. Di sinilah perlu adanya edukasi masyarakat, dimana adat istiadat lah yang bisa memfilternya," kata Djajeng.
Sesepuh Samin Mbah Pramugi Prawiro Wijoyo mengatakan kegiatan ini akan menjadi semangat bagi warga Sedulur Sikep untuk terus mengembangkan pendidikan masyarakat, karena tidak hanya pemberantasan buta huruf saja namun juga pemberdayaan ekonomi masyarakat dan pengenalan budaya tradisional.
Hasilnya yang dipertunjukkan pada acara ini, lanjut Peamuji, menjadi kemasan yang menarik bagi wisatawan untuk berkunjung mengenal lebih dalam tentang warga samin berikut adat budaya dan kearifan lokal yang dimilikinya.
Sumber :
WARGA dan kehidupan budaya Samin di Jawa Tengah menjadi daya tarik wisata. Tidak saja dilihat dari adat dan kebiasaan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari warga penganut ajaran Samin Surosentiko tersebut, tetapi juga tingkat kemajuan yang dicapai setiap tahunnya.
Masyarakat Samin atau sedulur sikep merupakan kelompok masyarakat yang hingga kini kukuh mempertahankan ajaran dan keyakinan mereka di Blora (Jawa Tengah) dan Bojonegoro (Jawa Timur) serta di kawasan Pegunungan Kendeng.
Kondisi ini kadang menimbulkan pandangan negatif karena dunia luar yang tidak memahami hakekat ajaran Samin ini. Apalagi warga Samin hidup dengan mengisolasi diri dari kehidupan warga pada umumnya hingga baru mulai membuka diri terhadap dunia luar pada 1970-an.
"Mereka hidup dalam kelompok masyarakat dengan aturan dan tatanan tersendiri karena melakukan perlawanan terhadap Penjahahan Belanda," kata pengamat.
Ketika warga Samin yang dikenal selalu berpakaian khas warma hitam mulai membuka diri menerima orang di luar kelompok mereka, banyak warga yang ingin mengetahui secara jelas kehidupan warga tersebut, tidak hanya kekurangan dan kelebihan mereka tetapi juga termasuk keyakinan, ajaran serta adat budaya yang ada.
Di era saat ini, di tengah kehidupan modern yang semakin berkembang pesat, Saminisme semakin menarik. Apalagi secara bertahap warga Samin yang semakin terbuka untuk belajar meningkatkan diri baik pendidikan maupun ekonomi yang selama ini berkutat hanya pada sektor pertanian. Selain itu yang menarik adalah warga yang tetap mempertahankan kearifan lokal yang dimilikinya.
Ketika Samin semakin mengundang perhatian, tidak saja dari warga Indonesia tetapi juga luar negeri, untuk menggali dan mengenal lebih dalam kelompok masyarakat ini, Pemerintah Kabupaten Blora melihat kearifan lokal warga Samin menjadi kekuatan bagi perkembangan wisata budaya, sehingga untuk lebih menarik lagi digelar sebuah kegiatan Gebyar Keberaksaraan dan Festival Adat Samin 2018.
Dengan mengambil tema Blora Berbudaya dan Bermartabat, sejumlah kegiatan dalam gelaran festival Samin dilaksanakan seperti lomba Kothek'an Lesung, lomba Parikan, lomba Membatik dan lomba Menulis Aksara Jawa yang diikuti sekitar 500 peserta baik warga Samin maupun belajar keaksaraan dari Lembaga Pendidikan Keaksaraan (LPK) se-Kabupaten Blora.
Kepala Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Blora Nuril Huda mengatakan Kegiatan yang diikuti 500 peserta ini adalah hasil kerja sama Pusat Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (PP PAUD DIKMAS) Provinsi Jawa Tengah serta berlakasi di Kampung Samin di Dukuh Blimbing, Desa Sambongrejo, Kecamatan Sambong, Blora.
Kampung Samin yang ada di Desa Sambongrejo ini, kata Nuril Huda, adalah salah satu pusat pendidikan masyarakat dalam upaya pemberantasan buta aksara, generasi warga Samin yang sudah tua dulu tidak mengenal membaca dan menulis, namun di bawah bimbingan Mbah Pramugi Pawiro Wijoyo (tokoh setempat) kini telah melek huruf dan bisa menulis.
Tidak hanya itu, lanjut Nuril, warga Samin juga mulai belajar kemandirian ekonomi dengan berlatih membatik, pembuatan makanan ringan dan lainnya sebagai sumber pendapatan baru selain bercocok tanam.
"Namun mereka tetap mempertahankan budaya dan tradisi setempat," tambahnya.
Kepala PP PAUD DIKMAS Jawa Tengah Djajeng Baskoro mengungkapkan apresiasinya kepada sedulur sikep (Samin) Sambongrejo yang telah berpartisipasi aktif melaksanakan pembelajaran masyarakat, khususnya dalam pengurangan buta huruf, sekaligus melestarikan tradisi yang menjadi daya tarik wisata budaya.
"Kemajuan zaman memang tidak bisa kita hindari, namun jangan sampai kemajuan itu merusak sendi kehidupan kita. Di sinilah perlu adanya edukasi masyarakat, dimana adat istiadat lah yang bisa memfilternya," kata Djajeng.
Sesepuh Samin Mbah Pramugi Prawiro Wijoyo mengatakan kegiatan ini akan menjadi semangat bagi warga Sedulur Sikep untuk terus mengembangkan pendidikan masyarakat, karena tidak hanya pemberantasan buta huruf saja namun juga pemberdayaan ekonomi masyarakat dan pengenalan budaya tradisional.
Hasilnya yang dipertunjukkan pada acara ini, lanjut Peamuji, menjadi kemasan yang menarik bagi wisatawan untuk berkunjung mengenal lebih dalam tentang warga samin berikut adat budaya dan kearifan lokal yang dimilikinya
WARGA dan kehidupan budaya Samin di Jawa Tengah menjadi daya tarik wisata. Tidak saja dilihat dari adat dan kebiasaan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari warga penganut ajaran Samin Surosentiko tersebut, tetapi juga tingkat kemajuan yang dicapai setiap tahunnya.
Masyarakat Samin atau sedulur sikep merupakan kelompok masyarakat yang hingga kini kukuh mempertahankan ajaran dan keyakinan mereka di Blora (Jawa Tengah) dan Bojonegoro (Jawa Timur) serta di kawasan Pegunungan Kendeng.
Kondisi ini kadang menimbulkan pandangan negatif karena dunia luar yang tidak memahami hakekat ajaran Samin ini. Apalagi warga Samin hidup dengan mengisolasi diri dari kehidupan warga pada umumnya hingga baru mulai membuka diri terhadap dunia luar pada 1970-an.
"Mereka hidup dalam kelompok masyarakat dengan aturan dan tatanan tersendiri karena melakukan perlawanan terhadap Penjahahan Belanda," kata pengamat.
Ketika warga Samin yang dikenal selalu berpakaian khas warma hitam mulai membuka diri menerima orang di luar kelompok mereka, banyak warga yang ingin mengetahui secara jelas kehidupan warga tersebut, tidak hanya kekurangan dan kelebihan mereka tetapi juga termasuk keyakinan, ajaran serta adat budaya yang ada.
Di era saat ini, di tengah kehidupan modern yang semakin berkembang pesat, Saminisme semakin menarik. Apalagi secara bertahap warga Samin yang semakin terbuka untuk belajar meningkatkan diri baik pendidikan maupun ekonomi yang selama ini berkutat hanya pada sektor pertanian. Selain itu yang menarik adalah warga yang tetap mempertahankan kearifan lokal yang dimilikinya.
Ketika Samin semakin mengundang perhatian, tidak saja dari warga Indonesia tetapi juga luar negeri, untuk menggali dan mengenal lebih dalam kelompok masyarakat ini, Pemerintah Kabupaten Blora melihat kearifan lokal warga Samin menjadi kekuatan bagi perkembangan wisata budaya, sehingga untuk lebih menarik lagi digelar sebuah kegiatan Gebyar Keberaksaraan dan Festival Adat Samin 2018.
Dengan mengambil tema Blora Berbudaya dan Bermartabat, sejumlah kegiatan dalam gelaran festival Samin dilaksanakan seperti lomba Kothek'an Lesung, lomba Parikan, lomba Membatik dan lomba Menulis Aksara Jawa yang diikuti sekitar 500 peserta baik warga Samin maupun belajar keaksaraan dari Lembaga Pendidikan Keaksaraan (LPK) se-Kabupaten Blora.
Kepala Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Blora Nuril Huda mengatakan Kegiatan yang diikuti 500 peserta ini adalah hasil kerja sama Pusat Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (PP PAUD DIKMAS) Provinsi Jawa Tengah serta berlakasi di Kampung Samin di Dukuh Blimbing, Desa Sambongrejo, Kecamatan Sambong, Blora.
Kampung Samin yang ada di Desa Sambongrejo ini, kata Nuril Huda, adalah salah satu pusat pendidikan masyarakat dalam upaya pemberantasan buta aksara, generasi warga Samin yang sudah tua dulu tidak mengenal membaca dan menulis, namun di bawah bimbingan Mbah Pramugi Pawiro Wijoyo (tokoh setempat) kini telah melek huruf dan bisa menulis.
Tidak hanya itu, lanjut Nuril, warga Samin juga mulai belajar kemandirian ekonomi dengan berlatih membatik, pembuatan makanan ringan dan lainnya sebagai sumber pendapatan baru selain bercocok tanam.
"Namun mereka tetap mempertahankan budaya dan tradisi setempat," tambahnya.
Kepala PP PAUD DIKMAS Jawa Tengah Djajeng Baskoro mengungkapkan apresiasinya kepada sedulur sikep (Samin) Sambongrejo yang telah berpartisipasi aktif melaksanakan pembelajaran masyarakat, khususnya dalam pengurangan buta huruf, sekaligus melestarikan tradisi yang menjadi daya tarik wisata budaya.
"Kemajuan zaman memang tidak bisa kita hindari, namun jangan sampai kemajuan itu merusak sendi kehidupan kita. Di sinilah perlu adanya edukasi masyarakat, dimana adat istiadat lah yang bisa memfilternya," kata Djajeng.
Sesepuh Samin Mbah Pramugi Prawiro Wijoyo mengatakan kegiatan ini akan menjadi semangat bagi warga Sedulur Sikep untuk terus mengembangkan pendidikan masyarakat, karena tidak hanya pemberantasan buta huruf saja namun juga pemberdayaan ekonomi masyarakat dan pengenalan budaya tradisional.
Hasilnya yang dipertunjukkan pada acara ini, lanjut Peamuji, menjadi kemasan yang menarik bagi wisatawan untuk berkunjung mengenal lebih dalam tentang warga samin berikut adat budaya dan kearifan lokal yang dimilikinya
Sumbar : https://mediaindonesia.com/read/detail/201181-kearifan-lokal-dan-budaya-samin-menjadi-daya-tarik-wisata
0 komentar:
Posting Komentar